Minggu, 30 Oktober 2011

PENGERTIAN EKONOMI KOPERASI

Kita ketahui koperasi barasal dari bahasa inggris yaitu coperation yang terdiri dari dua suku kata, yaitu: Co yang berarti sama, dan operation yang berarti bekerja. Jadi koperasi berarti bekerja sama. Dan kopersi menurut UUD 1945 pasal 33 ayat 1 merupakan usaha kekeluargaan dengan tujuan mensejahterakan anggotanya. Beberapa pendapat para ahli mengenai pengertian ekonomi koperasi, yaitu:

1. Said Hamid Hasan
Menurut said hamid koperasi adalah kumpulan dari orang-orang yang sebagai manusia secara bersama-sama bergotong royong berdasarkan persamaan, bekerja untuk memajukan kepentingan-kepentingan ekonomi mereka dan kepentingan masyarakat.
sumber http://id.shvoong.com/social-sciences/economics/2082481-pengertian-koperasi-dari-beberapa-ahli/#ixzz1btM91yhh

2. H.E Erdman
Menurut Erdman dalam bukunya yang berjudul “passing monopoly as an aim of cooperative” koperasi adalah kegiatan yang melaksanakan kewajibanya dan haknya sesuai dengan dengan aturan-aturan yang terdapat pada koperasi dan apa bila terjadi kegagalan, anggota hanya bertanggung jawab sebesar simpananya di koperasi.
sumber http://belajarkoperasi.com/index.php?option=com_content&view=article&id=178&Itemid=177

3. Dr.C.C. Taylor
Taylor seorang ahli ilmu sosiologi, yang menganggap bahwa koperasi adalah konsep sosiologi dan menurutnya dalam koperasi pada dasarnya orang lebih menyukai hubungan dengan orang lain secara langsung dan manusia lebih menyukai hidup bersama yang saling menguntungkan dan damai daripada persaingan.
sumber http://duniabaca.com/pengertian-dan-prinsip-koperasi.html

4. Dr.C.R Fay
Menurut Fay koperasi adalah suatu perserikatan dengan tujuan berusaha yang terdiri atas mereka yang lemah dan diusahakan selalu dengan semangat tidak memikirkan diri sendiri sedemikian rupa, sehingga sanggup untuk menjalankan kewajiban sebagai anggota dan mendapat imbalan.
sumber http://kopindo.co.id/index.php?option=com_content&view=category&layout=blog&id=208&Itemid=402

5. Dr. Muhammad Hatta
Menurut moh.hatta dalam bukunya yg berjudul “the movement in Indonesia” mengatakan bahwa koperasi adalah usaha bersama untuk memperbaiki nasib penghidupan ekonomi berdasarkan tolong menolong.
sumber http://meirsyahnp.blogspot.com/2010/11/mengenal-bung-hatta-bapak-koperasi.html

Nama : Dzikri Andika
Kelas : 2EB22
NPM : 22210233
Judul Tugas : Pengertian Ekonomi Koperasi

Jumat, 27 Mei 2011

Kebijakan Pemerintah Indonesia Di Bidang Ekonomi Masa SBY

Wajah perekonomian Indonesia menjelang Pemilu tahun 2009 terkait erat dengan kemampuan Pemerintahan SBY-JK mengelola kebijakan di bidang ekonomi pada sisa masa pemerintahannya, yang kini kurang dari dua tahun. Target-target perekonomian pemerintahan ini sesungguhnya dapat dilihat dalam rumusan tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004-2009.2 Menurut Pasal 4 ayat 2 Undang Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), RPJMN merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Presiden, seperti yang telah dikampanyekan selama proses Pemilihan Presiden. Artinya, visi, misi dan program setiap (calon) Presiden harus mewujud dalam bentuk RPJMN, begitu ia terpilih sebagai Presiden, dan menjadi pedoman kebijakan pemerintahannya selama lima tahun ke depan. Hal ini, sampai tahun 2024, telah diatur dengan jelas dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-20253. UU ini membagi periodesasi lima tahunan kepemimpinan nasional secara jangka panjang 20 tahun ke depan dimulai tahun 2005. Pemerintahan SBY-JK merupakan pemerintahan pertama dalam sejarah Indonesia kontemporer yang memulai pelaksanaan RPJMN. Pada tahun 2001, Perubahan Ketiga terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memang menghilangkan tugas MPR yang menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai program lima tahunan suatu pemerintahan. MPR tidak lagi berwewenang menetapkan program pemerintahan lima tahunan karena Presiden tidak lagi dipilih oleh MPR tetapi langsung oleh rakyat. Pedoman program Pemerintah lima tahunan, RPJMN, cukup ditetapkan melalui Peraturan Presiden oleh Presiden terpilih. Dengan demikian, Presiden sebagai pemimpin pemerintahan bertanggung jawab penuh atas keberhasilan program-program yang telah dijanjikannya dalam Pemilu. RPJMN itu menjadi pegangan dan sekaligus ukuran kinerja pemerintahan setiap lima tahunan. Dengan ukuran-ukuran RPJMN 2004-2009, sesungguhnya kinerja pemerintahan SBY-JK selama lima tahun dapat dievaluasi keberhasilannya secara transparan. Keberhasilan itulah yang menjadi modal utama bagi seorang Presiden untuk maju kedua kalinya pada pemilihan berikutnya4. Benar, seperti yang dikatakan Wakil Presiden Jusuf Kalla5, Pemerintahan SBY-JK dengan demikian harus mampu menjelaskan apa (keberhasilan) yang telah dicapai, bukan (janji) apa yang akan dikerjakan, bila keduanya ingin maju lagi bersama atau sendiri-sendiri pada Pemilu 2009 nanti. Logika pernyataan ini, bagi Presiden incumbent yang terutama akan ditanya oleh rakyat adalah kerjanya selama ini. Karena kerja pemerintahan adalah kinerja bersama, tentu lebih mudah mengevaluasi kinerja pemerintahan, jika Presiden dan Wakil Presiden maju kembali secara bersama pada pemilu berikut dibanding jika mereka maju secara sendiri-sendiri.

Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana mengukur kinerja pemerintahan pada kurun tahun transisi. Karena jangkar utama kinerja pemerintahan adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pada tahun-tahun transisi, perencanaan dan pelaksanaan APBN bisa saja dilakukan oleh dua pemerintahan berbeda. Sebagai contoh, APBN tahun 2005 direncanakan oleh Pemerintahan Megawati Soekarnoputri, melalui Nota Keuangan Presiden yang disampaikan kepada DPR pada 16 Agustus 2004, yang kemudian disetujui bersama DPR periode 1999-2004. Pemerintahan SBY-JK yang dilantik 20 Oktober 2004 tentu harus melaksanakan UU APBN 2005 yang telah disahkan itu. Hal yang sama juga akan terjadi pada APBN tahun 2010 (bila SBY tidak terpilih lagi pada Pemilu 2009) atau pada APBN 2015 (bila SBY terpilih tahun 2009). Pada APBN 2009, APBN tidak sepenuhnya dilaksanakan pemerintahan SBY-JK karena berakhir Oktober 2009, kecuali terpilih kembali. Dengan demikian, penilaian atas APBN 2006, 2007 dan 2008 sepenuhnya tanggung jawab pemerintahan SBY-JK karena pada APBN tahun-tahun tersebut direncanakan dan dilaksanakan oleh pemerintahan ini. Sementara untuk APBN 2005 atau APBN dimana fungsi perencanaan dan pelaksanaannya dilakukan dua pemerintahan berbeda, evaluasi harus dilakukan secara adil di antara penyusun rencana dan pelaksana APBN. Masalah ini timbul karena di negeri ini kalender anggaran pemerintahan dan kalender kepemimpinan politik tidak berlaku sama6. Logika ini seharusnya juga berlaku untuk evaluasi kinerja APBD, baik untuk tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.


Kinerja Tiga Tahun
Tingkat pertumbuhan ekonomi periode 2005-2007 yang dikelola pemerintahan SBY-JK relatif lebih baik dibanding pemerintahan selama era reformasi dan rata-rata pemerintahan Soeharto (1990-1997) yang pertumbuhan ekonominya sekitar 5%. Tetapi, dibanding kinerja Soeharto selama 32 tahun yang pertumbuhan ekonominya sekitar 7%, kinerja pertumbuhan ekonomi SBY-JK masih perlu peningkatan. Pertumbuhan ekonomi era Soeharto tertinggi terjadi pada tahun 1980 dengan angka 9,9%, seperti terlihat pada Tabel 1. Tentu relatif lebih sulit menilai kinerja Presiden BJ Habibie (21 Mei 1998-20 Oktober 1999) dan Presiden Abdurahman Wahid (20 Oktober 1999–23 Juli 2001), karena pemerintahannya relatif pendek, dimana fungsi perencanaan dan pelaksanaan APBN tidak sepenuhnya dilakukan mereka. Sedangkan pada pemerintahan Megawati Soekarnoputri (23 Juli 2001-20 Oktober 2004), yang lebih panjang dari dua Presiden sebelumnya, menunjukkan tren yang meningkat. Tren yang sama sebenarnya terjadi di semua pemerintahan setelah reformasi, dengan fluktuasi yang berbeda. Misalnya, Habibie mampu mengubah pertumbuhan ekonomi negatif menjadi positif secara signifikan dengan prestasi year on year 12,3%. Abdurrahman Wahid mencatat pertumbuhan ekonomi tertinggi yang pertama sejak krisis 1997. Megawati mampu menjaga pertumbuhan ekonomi secara stabil dan menunjukkan peningkatan terus menerus tiap tahunnya. SBY-JK mencatat pertumbuhan ekonomi yang mulai solid di atas 6% dan menjadi benchmark bagi perekonomian yang mulai stabil. Apakah ini berarti dengan memberi waktu yang cukup bagi suatu pemerintahan, misalnya minimal lima tahun, maka pertumbuhan ekonomi yang stabil dapat dicapai?

Pada tahun 2005, 2006 dan 2007, pertumbuhan ekonomi berturut-turut mencapai angka 5,6%, 5,5% dan 6,3%. Angka ini dibandingkan dengan target RPJMN untuk tahun 2005 (5,5%), 2006 (6,1%) dan 2007 (6,7%) terlihat tidak begitu menggembirakan. Bila target rata-rata lima tahun seperti tercantum pada RPJMN dari pemerintahan SBY-JK terhadap pertumbuhan ekonomi 6,6% per tahun, maka pertumbuhan ekonomi tahun 2008 dan 2009 haruslah diupayakan minimal rata-rata 7,8%. Bila dapat dicapai perkiraan pertumbuhan ekonomi tahun 2008 sebesar 6,8% (asumsi APBN 2008) dan tahun 2009 sebesar 7,6% (target RPJMN), maka rata-rata pertumbuhan ekonomi pemerintahan SBY-JK selama lima tahun menjadi 6,4%, angka yang mendekati target 6,6%. Para ekonom tampaknya sepakat bahwa pertumbuhan ekonomi minimal di atas 6% saja yang dapat dijadikan barometer Indonesia sudah mampu melihat the light at the end of dark tunnel,7 keluar dari krisis ekonomi yang berkepanjangan.

Tabel 1.
Pertumbuhan PDB Indonesia



Data : BPS
Catatan : *) Q3 tahun 2007
**) Asumsi APBN 2008
***) Target RPJM 2004-2009

Inflasi 2005: Otoritas Moneter versus Otoritas Fiskal
Kilas balik tahun pertama, pemerintahan SBY-JK menghadapi gejolak harga minyak dunia. Kebijakan menaikkan harga BBM 1 Oktober 2005, dan sebelumnya Maret 2005, ternyata berimbas pada situasi perekonomian tahun-tahun berikutnya. Pemerintahan SBY-JK memang harus menaikkan harga BBM dalam menghadapi tekanan APBN yang makin berat karena lonjakan harga minyak dunia. Kenaikan harga BBM tersebut telah mendorong tingkat inflasi Oktober 2005 mencapai 8,7% (MoM) yang merupakan puncak tingkat inflasi bulanan selama tahun 2005 dan akhirnya ditutup dengan angka 17,1% per Desember 30, 2005 (YoY). Penyumbang inflasi terbesar adalah kenaikan biaya transportasi lebih 40% dan harga bahan makanan 18%. Core inflation pun naik menjadi 9,4%, yang menunjukkan kebijakan Bank Indonesia (BI) sebagai pemegang otoritas moneter menjadi tidak sepenuhnya efektif. Inflasi yang mencapai dua digit ini jauh melampaui angka target inflasi APBNP II tahun 2005 sebesar 8,6%. Inflasi sampai bulan Februari 2006 (YoY) masih amat tinggi 17,92%, bandingkan dengan Februari 2005 (YoY) 7,15% atau Februari 2004 (YoY) yang hanya 4,6%. Yang menarik, Gubernur BI memprediksi inflasi tahun 2005 sebesar 14%8 dan Menteri PPN/BAPPENAS lebih berani lagi menjanjikan inflasi 2005 tidak akan lebih 12%.9

Perbedaan prediksi inflasi, akibat kenaikan harga BBM, oleh pemegang otoritas moneter dan fiskal ini menimbulkan pertanyaan tentang pola koordinasi kebijakan, karena inflasi aktual pada tahun 2005 jauh di atas prediksi mereka. Kedua otoritas ini tidak siap menghadapi policy shock dan implikasinya pada prediksi perekonomian yang berubah. Mungkin saja masalahnya adalah institusional. Kemampuan lembaga melemah begitu menghadapi kebijakan mendadak, yang tercermin dalam ketidakakuratan pernyataan pemimpin lembaga itu, yang bila sering terjadi justru mengganggu akuntabilitas kelembagaan Negara yang dipercaya. Ketidakcermatan itu terlihat dari perbedaan cukup besar antara angka prediksi inflasi dan aktual inflasi, misalnya, terhadap prediksi BI bias 3,1%, prediksi Bappenas 5,1%, asumsi APBNP II 2005 8,5% dan bahkan terhadap target inflasi tahun 2005 RPJMN 2004-2009 mencapai 10,1%. Bias prediksi ini di samping menunjukkan kinerja koordinasi yang lemah juga mencerminkan kemampuan profesional yang memprihatinkan, yang karena itu harus mendapat perhatian untuk diperbaiki. Akuntabilitas perencanaan dan evaluasi kebijakan dipertanyakan.

Efek inflasi tahun 2005 cukup berpengaruh terhadap tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), yang menjadi referensi suku bunga simpanan di dunia perbankan. Pada Agustus 2005, tingkat suku bunga SBI masih lebih tinggi (9,5%) dari tingkat inflasi (8,3%). Insentif untuk menabung di perbankan masih menarik. Tetapi di bulan Desember 2005, keadaan menjadi kontraproduktif karena suku bunga SBI (12,75%) jauh di bawah angka inflasi (17,1%). Jika keadaan ini kronis, gangguan berikutnya tentu mengarah kepada likuiditas perbankan. Sampai September 2006, angka inflasi masih cukup tinggi (14,5%), yang menunjukkan transmisi efek kenaikan harga BBM Oktober 2005 berlangsung hampir setahun. Tingkat inflasi Desember 2006 kemudian menurun menjadi 6,6% dan inflasi tahun 2007 stabil di angka 6,59%. Bila dibandingkan dengan target inflasi pada RPJMN 2004-2009 untuk tahun 2006 (5,5%) dan tahun 2007 (5%), inflasi aktual pada tahun 2006 dan 2007 masih belum menggembirakan. Begitu pula, melihat target inflasi pada APBN tahun 2008 sebesar 6% masih belum sesuai dengan target inflasi 5% yang tercantum pada RPJMN 2004-2009.

Menurut UU Nomor 3 Tahun 2004 tentang BI, Pasal 7 ayat 1, BI bertujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dan, ayat 2, untuk mencapai tujuan itu BI melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten dan transparan serta harus mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian. Menurut UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pasal 21, menyebut Pemerintah Pusat dan Bank Sentral berkoordinasi dalam penetapan dan pelaksanaan kebijakan fiskal dan moneter. Dalam konteks kasus inflasi tahun 2005, mekanisme koordinasi seperti diperintahkan oleh kedua undang-undang tampaknya harus menjadi perhatian serius di masa-masa datang.


Kinerja Perbankan
Kebijakan perbankan sesungguhnya memang bukan domain pemerintahan SBY-JK, tetapi perbankan yang sehat dan mampu menjalankan fungsi intermediasinya terkait dengan situasi perekonomian, yang dipengaruhi oleh kebijakan otoritas moneter dan fiskal. Kebijakan fiskal yang mempengaruhi fungsi perbankan berjalan dengan baik menjadi wilayah tanggungjawab SBY-JK. Ketika pada Juli 2005, BI mengenalkan kebijakan Inflation Targeting Framework (ITF), penetapan target inflasi dirumuskan bersama dengan Pemerintah. Dengan target inflasi itu, BI dan Pemerintah harus bekerja erat bersama untuk mencapainya. Bila target itu dipercaya pelaku ekonomi, investor/produsen dan konsumen, maka roda perekonomian akan bergerak sesuai rencana sehingga fungsi intermediasi perbankan bekerja secara optimal. Kepercayaan publik meningkat begitu target inflasi sesuai dengan ekspektasi inflasi. Sebutlah, misalnya, bila tingkat inflasi (aktual) berada di atas target, maka kebijakan BI selayaknya menaikkan tingkat suku bunga (SBI), sebaliknya bila inflasi berada di bawah target, suku bunga dapat segera diturunkan. Dengan pola ini, target inflasi adalah fokus kebijakan moneter (dan juga fiskal). Dengan kepercayaan target inflasi akan “pasti” tercapai, perilaku spekulatif pelaku ekonomi dapat ditekan seminimal mungkin dan perekonomian berkembang secara rasional. Semakin tidak akurat penetapan target inflasi, sama artinya dengan mengembangkan perilaku spekulatif di masyarakat. Karena itu, sikap profesional dalam penetapan target menjadi kebutuhan bersama dalam mengembangkan perekonomian yang sehat.

Namun, keberhasilan menjaga tingkat inflasi 6,6% dan menurunnya tingkat suku bunga SBI menjadi 9,75% pada Desember 2006 ternyata tidak berhubungan langsung dengan peningkatan investasi, apalagi pemerataannya. Berdasarkan Statististik Ekonomi Keuangan Bank Indonesia, per April 2007, suku bunga kredit konsumsi (rumah, motor, kartu kredit dan multiguna) justru naik dari 17,08% (Januari 2006) menjadi 17,38% (Maret 2007), sementara suku bunga deposito turun dari 12,01% (Januari 2006) menjadi 8,13% (Maret 2007). Diduga, jenis kredit konsumsi ini bersifat inelastis, naiknya suku bunga tidak menyebabkan permintaan atas kredit menurun. Data Bank Indonesia menunjukkan sampai Maret 2007 kredit konsumsi sebesar Rp231,26 naik 2,5% dibanding akhir tahun 2006. Sementara pada periode yg sama pertumbuhan kredit investasi hanya 0,9% dan modal kerja 0,4%. Walau suku bunga kredit investasi dan suku bunga kredit modal kerja turun tetapi pada level yang masih cukup tinggi yakni masih sebesar 14,53% dan 14,49% pada akhir triwulan I/2007. Sehingga total kredit triwulan I/2007 menjadi Rp 826T turun sebesar 0,8% (qtq). Bank Indonesia menyebut penurunan ini sebagai hal yang rutin karena diharapkan akan naik kembali pada triwulan berikutnya. Yang menarik, pada periode yang sama undisbursed loan (kredit yang sudah disetujui tapi belum ditarik) justru meningkat dengan total sekitar 21% dari pangsa kredit . Bank tampaknya justru lebih mendorong kredit konsumsi dibanding penyaluran kredit investasi maupun modal kerja. Target pertumbuhan kredit selama tahun 2006 sebesar 18% ternyata tidak tercapai karena penyaluran kredit hanya tumbuh 14,1%. Keadaan tahun 2007 relatif membaik karena dari target pertumbuhan kredit 22%, perbankan mampu menyalurkan sampai 24%. Gejala penurunan sempat terlihat pada LDR dari 64,7% (triwulan IV/2006) menjadi 64,4% (triwulan I/2007), tetapi kemudian naik lagi menjadi 69,8% pada November 2007. Keadaan perbankan yang membaik di tahun 2007 harus mampu terus di tingkat di tahun 2008 dan 2009, karena akan berhubungan langsung pada kegairahan perekonomian.

Peran perbankan bagi pertumbuhan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memang harus terus ditingkatkan. Karena UMKM merupakan sektor ekonomi yang mampu mnyerap tenaga kerja banyak. Perbankan dalam kenyataannya masih terbelit dengan situasi kredit macet UMKM terutama pada bank-bank BUMN. Total kredit macet per 31 Desember 2005 mencapai Rp 11,9 triliun yang tersebar di 783,477 unit UMKM, dengan perincian di Bank Mandiri sebesar Rp 4,1 triliun, BRI Rp 4,7 triliun, BNI Rp 3 triliun, dan BTN Rp 158 milyar. Bila dihitung sampai 31 Desember 2006 nilainya bertambah menjadi Rp 17,4 triliun. Hampir separuh nilai utang itu telah diserahkan kepada pengelolaan Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) atau DJKN sehingga sisa kredit macet UMKM yang dikelola Bank BUMN harusnya menjadi lebih sederhana. Melalui PP 33/2006 yang dikeluarkan Pemerintah pada 6 Oktober 2006, Bank BUMN diberi kewenangan menyelesaikan kredit macet itu berpedoman pada UU 19/2003 tentang BUMN dan UU 40/2007 tentang Perseroan Terbatas. Sementara kredit macet yang telah diserahkan kepada DJKN atau PUPN diselesaikan sesuai UU 49/Prp/1960 tentang PUPN yang ditetapkan Presiden Soekarno 14 Desember 1960 dan berlaku sampai sekarang. Setelah setahun PP 33/2006 dikeluarkan progresnya tidak menggembirakan. Melihat itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla berinisiatif tanggal 9 Oktober 2007 mengundang rapat koordinasi terbatas dengan beberapa menteri, Bank Indonesia, BPK, Kejaksaan dan Kepolisian serta Direktur Utama Bank Mandiri, BNI, BRI dan BTN. Kesepakatan rapat itu adalah agar kredit macet UMKM segera diselesaikan. Walaupun demikian, pimpinan bank-bank BUMN masih kuatir dianggap merugikan keuangan negara bila PP 33/2006 dilaksanakan. UU 31/1999 maupun Perubahannya UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi memang mengancam hukuman paling lama 20 tahun bagi setiap orang melakukan perbuatan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Pasal 8 UU 49/Prp/1960 menyebut definisi piutang negara sangat jelas. Piutang negara adalah sejumlah uang yang wajib dibayar kepada negara atau Badan-badan yang baik secara langsung atau tidak langsung dikuasai oleh negara. Pasal 2 huruf g UU 17/2003 tentang Keuangan Negara juga menjelaskan keuangan negara meliputi kekayaan negara/daerah yang dikelola sendiri atau oleh pijhak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan negara yang dipisahkan pada perusahaan negara/daerah. Kekuatiran para bankir Pemerintah selayaknya dihentikan. Cara terbaik adalah segera mengubah UU 49/Prp/1960 khususnya tentang definisi piutang negara. Menunggu perubahan itu, penyelesaian konvensional tanpa pemotongan pokok piutang (hair cut) seperti penghapusan denda, bunga dan ongkos atas piutang UMKM dapat dilakukan. Bank-bank Pemerintah seharusnya meyakini, dengan selesainya kredit macet UMKM, arus bawah perekonomian akan kembali bergerak, usaha karya rakyat kecil sebagai komponen utama perekonomian bangsa akan kembali bergairah. Seharusnyalah demikian tugas utama bank-bank Pemerintah.

Koordinasi Pemerintah dan Bank Indonesia dalam rangka pertumbuhan kredit perbankan tampaknya harus dilakukan dengan lebih terencana apalagi mengingat pangsa pasar bank-bank Pemerintah masih cukup besar sekitar 33% (Bank Mandiri 13,42%, BRI 11,57% dan BNI 8,21%) yang diharapkan dapat menjadi pemimpin dalam penyaluran kredit apabila ada policy design dari Pemerintah. Paket kebijakan Pemerintah yang dikeluarkan Juni 2007 tentang Percepatan pertumbuhan sektor riil dan UMKM selayaknya dikoordinasikan dengan badan pengatur perbankan, yakni BI, dalam rangka meningkatkan investasi dan pertumbuhan ekonomi. Bekerja sendiri-sendiri antara otoritas fiskal dan moneter jelas bertentangan dengan Pasal 21 UU No 17/2003.

Per 31 Desember 2006, jumlah bank umum mencapai 130 dengan perincian 5 Bank Persero, 26 Bank Pembangunan Daerah, 68 Bank Umum Swasta Nasional, 17 Bank Campuran (sebelumnya 18 per Maret 2006), 11 Bank Asing dan 3 Bank Umum Syariah. Sementara Bank Perkreditan Rakyat (BPR) mencapai 2,016 yang terdiri dari 1,914 BPR Konvensional (turun dari 1983 per Maret 2006) dan 102 BPR Syariah (naik dari 94 per Maret 2006). Dari struktur perbankan yang ada sekarang ini, sekitar 75% dari total aset perbankan (per Maret 2006 berjumlah Rp 1,466 triliun) dikuasai oleh hanya 11 bank besar yang umumnya dikuasai oleh bank-bank Pemerintah. Konsolidasi perbankan sesuai target kebijakan Arsitektur Perbankan Indonesia (API) tentu menjadi tidak mudah bila tidak didorong dengan mekanisme “intervensi” tertentu, misalnya, dengan merger atau akuisisi. Pola intervensi regulasi seperti kriteria Bank Kinerja Baik (BKB), dengan modal inti di atas Rp 100 miliar dan CAR minimum 10%, dan Bank Jangkar (Anchor Bank), dengan CAR minimum 12%, ROA minimal 1,5%, ekspansi kredit riil minimal 22% pertahun, LDR minimal 50% NPL net maksimal 5%, perlu dipertanyakan dalam konteks kemungkinannya mencapai piramida API. Walaupun demikian, walau secara jangka panjang akan menguntungkan perekonomian nasional, dengan kondisi perbankan sekarang, tentu akan ada pihak-pihak yang diuntungkan dan dirugikan dengan regulasi API. Sampai saat ini Pemerintah tampaknya belum memiliki sikap yang solid dalam menghadapi kebijakan API yang telah diterapkan oleh BI. Sekali lagi, koordinasi otoritas fiskal dan moneter masih dipertanyakan dalam konteks intermediasi perbankan. Misalnya, dalam kebijakan apa yang disebut Single Present Ploicy (SPP) yang dikeluarkan BI dalam rangka mendukung API terlihat seperti tidak berkoordinasi dengan Pemerintah. Kebijakan itu berpengaruh pada kondisi bank-bank BUMN milik Pemerintah, yang sampai saat ini seperti mengalami disorientasi, khususnya dalam kaitan peranan bank-bank itu bagi pembangunan perekonomian.

Komposisi kepemilikan aset dan kredit perbankan terus berubah sejak tahun 1999 sampai kuartal II tahun 2007, seperti Tabel 2 di bawah ini:


Tabel 2.
Komposisi Perbankan Nasional

7jn7_table2.jpg



Data di atas jelas menunjukkan aset perbankan yang dimiliki asing semakin meningkat cepat selama delapan tahun terakhir. Demikian pula dengan Bank Pembangunan Daerah (BPD). Tetapi tidak demikian dengan kepemilikan oleh swasta nasional maupun oleh Bank BUMN. Beberapa Bank BUMN mengeluh tentang gencarnya “serbuan” asing atas aset dan pangsa kredit perbankan nasional. Melihat perkembangan kepemilikan perbankan oleh asing yang terus meningkat, BI sebagai pengatur perbankan nasional dianggap telah mengeluarkan kebijakan yang tidak seimbang. Asing dengan mudah menguasai perbankan nasional, bahkan sampai ke daerah-daerah terpencil, tetapi BI tidak mampu memfasilitasi pengembangan bank-bank nasional ke luar negeri. Sampai saat ini belum jelas strategi perbankan nasional, misalnya, sampai berapa besar pihak asing boleh menguasai aset perbankan nasional. Ke depan tampaknya perlu penguatan dalam bentuk regulasi undang-undang agar perbankan nasional mampu menjadi tuan di negara sendiri sekaligus menjadi bank dalam skala internasional.


APBN 2008
Nota Keuangan RAPBN 2008 yang disampaikan Presiden SBY pada Sidang Paripurna DPR RI tanggal 16 Agustus 2007 merupakan yang ketiga kali dimana fungsi perencanaan dan implementasi APBN dilakukan penuh pemerintahan SBY-JK. RAPBN 2008 itu kemudian disepakati dengan beberapa perubahan menjadi Undang-Undang pada Sidang Paripurna DPR tanggal 9 Oktober 2007. APBN 2008 dapat dikatakan sebagai APBN yang pro-growth with cautious (hati-hati). Pro-growth, karena target pertumbuhan ekonomi 6,8% tahun 2008 merupakan target ambitious paling tinggi selama reformasi. Target ini sebenarnya lebih rendah dari target yang ditetapkan dalam RPJMN yaitu sebesar 7,2%. Hati-hati, karena untuk pertama kali Presiden menyebut secara eksplisit faktor resiko sebagai bagian integral dalam perencanaan APBN, seperti resiko perubahan pada asumsi makro, program penjaminan, kondisi BUMN, bencana alam dan kebijakan pensiun dan jaminan sosial. Faktor-faktor ini seharusnya dapat terukur kontribusinya dan tidak boleh menjadi alasan ‘cuci tangan’ (escape clause) bila target-target APBN 2008 tidak tercapai. Dengan demikian dapat diketahui berapa besar faktor resiko yang dapat dikendalikan dalam pelaksanaan APBN dan berapa resiko-resiko yang di luar kemampuan Pemerintah mengendalikannya.

Besaran RAPBN 2008 menggambarkan pertumbuhan ekonomi cukup signifikan. Indikator penerimaan pajak tentu yang terpenting. Misalnya, total pajak pada APBN 1998/1999 sekitar Rp 102,4 triliun (akhir era Soeharto) atau Rp 279,2 triliun pada APBN 2004 (akhir era Megawati), menjadi Rp 583,7 triliun dalam RAPBN 2008. Dengan sistem dan insentif perpajakan makin baik, perkembangan ekonomi tentu lebih baik. Pertumbuhan penerimaan pajak rata-rata 18,2% pertahun selama lima tahun ini, ternyata belum mampu mendorong pertumbuhan ekonomi secara seimbang karena rata-rata tingkat pertumbuhan ekonomi (rate of growth) hanya 14% pertahun pada periode sama. Alokasi belanja negara tahun 2008 untuk infrastruktur ekonomi yang makin besar seperti belanja modal Rp 101,5 triliun, dibanding APBN-P 2007 yang Rp 86,2 triliun, diharapkan memberi konstribusi besar atas pencapaian target ekonomi. Bila pola ini diikuti APBD-APBD tahun 2008 di seluruh Indonesia, pemerintahan SBY-JK di akhir tahun 2008 mungkin makin mewujudkan janji-janji kampanyenya: negara makin kuat dan rakyat makin sejahtera.

Belum lama RAPBN 2008 menjadi APBN 2008, mulai diubah lagi. APBN yang dimulai 1 Januari dan baru sebulan dilaksanakan tampaknya harus diubah. Tanda perubahan dimulai dari Sidang Kabinet 1 Februari 2008 yang dipimpin Presiden SBY dan Wapres JK. Dua hari sebelumnya, tanggal 30 Januari 2008, Perkiraan Awal APBN 2008 disampaikan Departemen Keuangan pada Rapat Kerja Panitia Anggaran DPR. Pada 4 Februari 2008, Menteri Keuangan, didampingi Menteri PPN/Bappenas, Gubernur BI dan Kepala BPS, resmi menyampaikan Perkiraan Perubahan APBN 2008 pada Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR. Rapat kerja itu menyepakati agar Pemerintah segera menyampaikan rancangan perubahan APBN bila dianggap perlu. Menurut UU Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara, Pasal 27 ayat 1 dan 2, perubahan APBN dilakukan bersamaan Laporan Realisasi Semester I APBN, disampaikan ke DPR paling lambat akhir Juli. Menurut ayat 4, bila dianggap darurat, Pemerintah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya dan diusulkan dalam rancangan perubahan APBN. Artinya, menurut ayat 1, 2 dan 4 pasal itu perubahan APBN dilakukan normalnya sekitar bulan Juli. Namun, Pemerintah menggunakan Pasal 27 ayat 3 UU itu yang memberi peluang perubahan karena perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi APBN. Dari segi perencanaan, rencana perubahan ini jelas di luar jadwal. Tiga alasan Pemerintah atas perubahan ini: pertama, perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia; kedua, kenaikan harga minyak dunia; dan, ketiga, kenaikan harga komoditi pangan dunia. Terkait langsung APBN adalah harga minyak dunia, yang sejak pertengahan tahun lalu melonjak di luar perkiraan. Tetapi di APBN 2008, yang disepakati tiga bulan lalu, Pemerintah percaya pada angka USD 60/barel. Diusulkan menjadi USD 80/barel. Lifting minyak, yang seharusnya di bawah kontrol Pemerintah pun, berubah dari 1,034 juta barel/hari menjadi 910 ribu barel/hari. Pendapatan negara bertambah, akibat windfall, menjadi Rp 823,3 triliun (dari APBN 2008 Rp 781,3 triliun) dan belanja negara menjadi Rp 910,6 triliun (dari Rp 854,6 triliun). Belanja negara membengkak karena subsidi BBM, listrik, pangan, dan transfer daerah. Pemotongan belanja kementerian dan lembaga negara sekitar 15% ternyata tidak mampu mengimbangi naiknya jumlah subsidi. Dengan demikian, defisit APBN menjadi Rp 87,3 triliun (dari Rp 73,3 triliun) atau dari 1,7% menjadi 2,0% terhadap PDB.

Pertanyaannya, mengapa asumsi makro yang belum lama disetujui menjadi tidak valid? Apakah kemampuan kita memprediksi perekonomian setahun ke depan menurun drastis? Padahal Presiden dalam Nota keuangan 16 Agustus 2007 menyebut komponen resiko agar embodied dalam APBN. Kiranya, ke depan, kemampuan memformulasi faktor resiko sebagai bagian inklusif sistem APBN mendapat perhatian yang lebih serius. Karena rencana harus sesuai realitas, kemampuan perencanaan Pemerintah jelas harus ditingkatkan untuk menjaga akuntabilitas Pemerintah.

Yang menarik, walau sejak tahun 2005 penyusunan APBN mulai menerapkan pola anggaran berbasis kinerja (performance based budgeting), yang menghendaki perwujudan sasaran harus sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam kesepakatan perencanaan, evaluasi kinerja APBN ternyata belum menjadi praktek dalam politik anggaran negara. Dalam menegakkan politik anggaran yang sehat, kinerja yang baik haruslah memperoleh reward dan sebaliknya kinerja yang buruk layak memperoleh punishment. Evaluasi atas kinerja anggaran itu selayaknya bukan saja terkena pada pelaksana atau penanggungjawab anggaran tetapi juga seharusnya pada distribusi alokasi anggaran sehingga tujuan utama APBN untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sebagaimana amanat UUD NRI 1945 dapat diwujudkan. Tidak boleh dibiarkan terus menerus kemakmuran rakyat dikorbankan karena kinerja buruk pelaksanaan APBN. APBN yang sehat harus selalu dapat dievaluasi dan berorientasikan sesuai amanat konstitusi negara.

Dalam praktek, ekspektasi perencanaan APBN dan pelaksanaannya ternyata dua hal yang berbeda. Angka-angka perencanaan ekonomi seperti yang dirumuskan dalam APBN umumnya selalu lebih tinggi dari angka-angka pelaksanaan atau realisasinya. Angka perencanaan yang tinggi sebenarnya dapat dipandang sebagai ambisi politik Pemerintah, dan tentu juga DPR karena APBN ditetapkan Pemerintah bersama DPR, tetapi angka realisasi yang rendah justru menunjukkan kemampuan kerja atau kinerja Pemerintah karena pelaksanaan anggaran adalah tanggung jawab Pemerintah. Kinerja itu, misalnya, dalam hal rencana APBN atas pertumbuhan ekonomi. Pada tahun 2005, pertumbuhan ekonomi direncanakan mencapai angka 6%, ternyata realisasinya hanya 5,6%. Tahun 2006, rencana APBN sebesar 6,2%, yang kemudian diubah menjadi 5,8%, ternyata realisasinya tetap lebih rendah yaitu sebesar 5,48%. Kinerja pada tahun 2007 jauh lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya, pertumbuhan ekonomi ditargetkan mencapai 6,3%, kenyataannya Pemerintah mampu mengangkatnya menjadi 6,33%. Kinerja tahun 2008 dan 2009 tentu belum dapat dilihat. Walaupun demikian, harus menjadi perhatian terutama bagi mereka yang pemegang otoritas yang bertanggung jawab atas kemajuan perekonomian karena tantangan pencapaian target pertumbuhan ekonomi pada pada dua tahun terkahir ini akan menentukan apakah target rata-rata pertumbuhan ekonomi pemerintahan SBY-JK dapat dicapai.


Kesimpulan
Konsep penilaian kinerja suatu pemerintahan memang seharusnya mencakup wilayah perencanaan dan pelaksanaan. Karena implikasi pelaksanaan bergantung pada rumusan perencanaan, dalam hal ini APBN, Pemerintah yang meneruskan kebijakan yang dirumuskan oleh Pemerintah sebelumnya, menurut Undang-Undang tentang Keuangan Negara, memang dimungkinkan untuk melakukan perubahan. APBN (dan juga APBD) sebagai jangkar utama kinerja pemerintahan di Indonesia seharusnya dapat dijadikan alat bagi mendorong kemajuan ekonomi bangsa untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Konsep perencanaan pembangunan ekonomi yang berkesinambungan seperti dirumuskan dalam Undang-Undang tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional sesungguhnya lebih menjelaskan kewajiban setiap pemerintahan untuk melanjutkan pembangunan ekonomi secara terus menerus. Pemerintahan sebagai bagian sistem politik nasional dapat saja dan akan berganti, tetapi pembangunan bangsa tetap berjalan senantiasa.

Kompetisi antar pemerintahan lintas periode atau antar pemimpin politik dalam tiap pemilu seharusnya memang diarahkan pada pengukuran kualitas kinerja sebagai implikasi pemilihan kebijakan dan kemampuan mengelola pemerintahan. Pertumbuhan ekonomi memang bukan satu-satunya ukuran atas kinerja suatu pemerintahan. Ukuran-ukuran lain seperti tingkat pengangguran, kemiskinan, kesehatan, pendidikan, kemajuan budaya dan seni, kemajuan wilayah, kegairahan usaha, keamanan, ketertiban, kebanggaan berbangsa dan seterusnya dapat saja dijadikan variabel untuk menilai kinerja suatu pemerintahan secara lebih komprehensif. Sehingga setiap pemerintahan baru memperoleh catatan apa yang seharusnya diperbaiki, yang tidak sempat dilakukan oleh pemerintahan sebelumnya.

Sumber : http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=1694&Itemid=195

Minggu, 01 Mei 2011

Pendapatan Nasional, Distribusi Pendapatan Nasional & Kemiskinan

I. PENDAPATAN
jumlah pendapatan yang diterima oleh seluruh rumah tangga keluarga (RTK) di suatu negara dari penyerahan faktor-faktor produksi dalam satu periode,biasanya selama satu tahun.
Ada tiga metode unuk menghitung pendapatan nasional yaitu :
1. Metode Output (Output Approach)
2. Metode Pendapatan (Income Approach)
3. Metode Pengeluaran (Expenditure Approach)

II. DISTRIBUSI PENDAPATAN
Indikator Distribusi Pendapatan ada tiga, yaitu:
1. Distribusi Ukuran (Distribusi Pendapatan Perorangan)
2. Kurva Lorenz
3. Koefisien Gini

1. Distribusi Ukuran (Distribusi Pendapatan Perorangan / Personal Distribution of Income)
Distribusi ukuran merupakan indicator yang paling sering digunakan oleh para ekonom. Ukuran ini secara tidak langsung menghitung jumlah penghasilan yang diterima oleh setiap individu atau rumah tangga. Dengan pengertian seberapa banyak pendapatan yang diterima seseorang, tidak peduli dari mana sumbernya, entah itu bunga simpanan atau tabungan, laba usaha, utang, hadiah ataupun warisan. Lokasi sumber penghasilan (desa atau kota) maupun sector atau bidang kegiatan menjadi sumber penghasilan (pertanian, industry, perdagangan dan jasa) juga diabaikan.

2. Kurva Lorenz
Kurva Lorenz mempunyai sumbu horizontal dan vertical. Sumbu horizontal menyatakan jumlah penerimaan pendapatan dalam persentase kumulatif (Penduduk). Sumbu vertical menyatakan bagian dari total pendapatan yang diterima oleh masing-masing persentase jumlah (kelompok) penduduk tersebut. Sumbu horizontal dan vertical sama-sama berakhir di 100%, sehingga sama panjangnya. Jika terdapat garis diagonal, garis tersebut merupakan garis “pemerataan sempurna” (perfect equality) dalam distribusi ukuran pendapatan.

3.Koefisien Gini dan Ukuran Ketimpangan
Pengukuran tingkat ketimpangan atau ketidakmerataan pendapatan yang relatif sangat sederhana pada suatu negara dapat diperoleh dengan menghitung rasio bidang yang terletak antara garis diagonal dan kurva Lorenz dibagi dengan luas separuh bidang di mana kurva Lorenz itu berada. Pada Figur 5-6, rasio yang dimaksud adalah rasio atau perbandingan bidang A terhadap total segitiga BCD. Rasio inilah yang dikenal sebagai rasio konsentrasi Gini (Gini concentration ratio) yang seringkali disingkat dengan istilah koefisien Gini (Gini coefficient). Istilah tersebut diambil dari nama seorang ahli statistik Italia yang pertama kali merumuskannya pada tahun 1912.

III. KEMISKINAN
Kemiskinan adalah Kondisi Kehidupan yang serba kekurangan yang dialami seseorang atau rumah tangga sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan minimal/ yang layak bagi kehidupannya.
Terdapat beberapa definisi kemiskinan , antara lain :
A. Kemiskinan berdasarkan tingkat pendapatan, yaitu :
1. Kemiskinan Absolut
Kemiskinan yang keadaan tingkat pendapatannya dibawah garis kemiskinan/ pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi kebuthan minimum, seperti kebutuhan pangan, sandang, kesehatan, perumahan, pendidikan, dll.
2. Kemiskinan Relatif
Kemiskinan yang keadaan tingkat pendapatannya diaatas garis kemiskinan, tapi masih lebih miskin disbanding kelompok masyarakat lainnya. Kelompok miskin relative ini sangat rentan terhadap perkembangan perekonomian yang jika memburuk, maka akan terjerumus kedalam kelompok miskin absolute.
B.
Kemiskinan berdasarkan penyebabnya, adalah kemiskinan yang disebabkan oleh faktor-faktor buatan manusia (Distribusi aset produktif yang tidak merata, kebijakan ekonomi yang diskriminatif, dll). Kelompok ini mempuyai 2 macam, yaitu :
1. Kemiskinan Natural
Kemiskinan ini terjadi karna faktor alamiah, seperti perbedaan usia, kesehatan dan perbedaan geofrafis tempat tinggal. Kelompok ini tidak memiliki sumber daya yang memadai, baik SDM maupun Sumber Daya Pembangunan lainnya.
2. Kemiskinan Kultural
Kemiskinan ini terjadi karna perbedaan adat istiadat, etika kerja dll. Kemiskinan cultural mengacu pada siakp hidup seseorang baik gaya hidup, kebiasaan hidup dan kebudayaannya. Kelompok ini sulit untuk diajak berpatisipasi dalm rangka meningkatkan taraf hidupnya.
Penanggulangan kemiskinan dapat dilakukan dengan cara, antara lain :
-Menciptakan Kesempatan Kerja.
-Pemberdayaan Masyarakat.
-Peningkatan Kapasitas.
-Perlindungan Sosial.
Pengarusutamaan Penganggulangan Kemiskinan sebagai upaya untuk menempatkan perspektif yang benar dan konsistensi kebijakan antar sector, program, anggaran, target dan sistem pelaksanaan.

Sekarang saya akan membuat perbandingan antar dua negara dari penjelasan diatas, negara yang akan saya bandingkan adalah negara yang ada di benua Afrika, yaitu Somalia dengan kenya.

Income(Pendapatan)
Somalia
The U. S. Central Intelligence Agency (CIA) melaporkan bahwa pada tahun 2001 produk domestik bruto (PDB) dari Somalia diperkirakan mencapai 4,1 miliar. PDB per kapita diperkirakan sebesar US $ 550. Tingkat pertumbuhan tahunan PDB diperkirakan sebesar 3%. Tingkat inflasi rata-rata pada tahun 2000 adalah 100%. CIA mendefinisikan PDB sebagai nilai dari seluruh barang dan jasa yang dihasilkan di sebuah negara pada tahun tertentu dan dihitung berdasarkan paritas daya beli, daripada nilai diukur berdasarkan nilai tukar. Diperkirakan bahwa pertanian menyumbang 65% dari PDB, industri 10% dan jasa 25%. Penerimaan Bantuan asing sebesar sekitar $ 16 per kapita.
Kenya
The U. S. Central Intelligence Agency (CIA) melaporkan bahwa pada tahun 2001 produk domestik bruto (PDB) Kenya diperkirakan 31 milyar dolar. PDB per kapita diperkirakan sebesar US $ 1 000. Tingkat pertumbuhan tahunan PDB diperkirakan sebesar 1%. Tingkat inflasi rata-rata tahun 2001 adalah 3,3%. CIA mendefinisikan PDB sebagai nilai dari seluruh barang dan jasa yang dihasilkan di sebuah negara pada tahun tertentu dan dihitung berdasarkan paritas daya beli (PPP) daripada nilai diukur berdasarkan nilai tukar. Diperkirakan bahwa pertanian menyumbang 24% dari PDB, industri 13% dan jasa 63%. Penerimaan Bantuan asing sebesar sekitar $ 15 per kapita dan mencakup sekitar 4% dari pendapatan nasional bruto (GNI).

Distribution of Income (Distribusi Pendapatan)
Somalia
Ekonomi Somalia, salah satu yang termiskin di dunia, yang didasarkan terutama pada peternakan dan, pada tingkat lebih rendah, pada pertanian. Ternak menyumbang sekitar 40% dari PDB dan persentase besar pendapatan ekspor, terutama dari Arab Saudi, pisang tanaman kas utama dan menyumbang hampir 50% dari pendapatan ekspor. Tanaman lain yang dihasilkan untuk konsumsi dalam negeri adalah kapas, jagung, dan sorgum. Ada rencana untuk mengembangkan industri perikanan. Somalia Utara adalah sumber terbesar di dunia dengan kemenyan dan mur. Ada sedikit eksploitasi sumber daya mineral, yang meliputi minyak bumi, uranium, dan gas alam.
Kenya
Kenya adalah Negara yang memiliki ekonomi pertanian, didukung oleh sektor manufaktur, yang berasal dari periode sebelumnya, dan sektor pariwisata, yang merupakan sumber pendapatan penting. Kenya memiliki beberapa sumber daya mineral. Meskipun Kenya adalah salah satu negara yang paling maju di Afrika Timur, rekening industri hanya sekitar 13% dari PDB. Kenya memiliki sektor pertanian yang rentan terhadap kekeringan dari jagung adalah tanaman utama, bersama dengan umbi-umbian, singkong, kentang dan ubi jalar. Ada kekurangan lahan pertanian, hanya 12% dari tanah pertanian utama - dan irigasi kecil. Namun, ekspor negara teh, kopi, bunga dan sayuran. ekspor Teh menyediakan sebagian besar penerimaan devisa, diikuti oleh pariwisata. Kopi merupakan ekspor terbesar ketiga sumber penerimaan devisa pada tahun 2002

Poverty (Kemiskinan)
Somalia
Tanpa data resmi atau koleksi terkoordinasi dan pemeriksaan informasi yang tersedia, sulit untuk memberikan indikasi realistis situasi. Namun, pada tahun 1994 Program Pembangunan PBB, Laporan Pembangunan Manusia Somalia melaporkan peringkat Somalia 165 dari 173 negara dalam hal Indeks Pembangunan Manusia, yang menggabungkan tingkat pendapatan dengan pencapaian pendidikan dan harapan hidup. Menurut Bank Dunia, standar kesehatan di Somalia sebelum tahun 1991 termasuk di antara yang terburuk di dunia. Diperkirakan bahwa ada 1 dokter untuk setiap 20.000 orang (di Amerika Serikat itu adalah 1 dokter untuk setiap 470 orang), dan 1 perawat untuk setiap 1900 orang (di Amerika Serikat itu adalah 1 perawat untuk setiap 70 orang). Hanya 2 persen kelahiran yang dibantu oleh seorang profesional kesehatan, sedangkan di Amerika Serikat hampir 100 persen kelahiran tersebut dihadiri. Pada tahun 1990 rata-rata harapan hidup saat lahir adalah 46 tahun, kematian bayi sekitar 123 per 1.000 kelahiran hidup (di Amerika Serikat itu adalah 7 per 1.000. ini adalah bukti dari kemiskinan Somalia
Kenya
Pemerintah Kenya menghabiskan relatif sedikit pada kesehatan, meskipun tidak menghabiskan cukup besar, jumlah tersebut dalam pendidikan. Pada tahun 1998, misalnya, pengeluaran publik untuk kesehatan dan pendidikan sebagai persentase dari PDB setara dengan 2,2 persen dan 6,5 persen, dibandingkan dengan 1,7 persen dan 7 persen pada tahun 1990. Dibandingkan Amerika Serikat menghabiskan 5,4 persen dari PDB untuk pendidikan dan 6,5 persen pada kesehatan pada tahun 1998. Sebagian besar warga Kenya, untuk bagian mereka, menghabiskan kurang dari pendapatan mereka pada kebutuhan dasar kehidupan, seperti makanan, sewa, pakaian, bahan bakar, dan transportasi. Sebagai hasil dari ekonomi menurun dan pendalaman kemiskinan, Kenya mengkonsumsi lebih sedikit kalori dari makanan setiap hari sehingga mereka melakukan seperti tiga puluh tahun yang lalu. Pada tahun 1970, konsumsi rata-rata 2187 kalori per Kenya hari, dengan angka ini turun menjadi 1.976 kalori per hari pada tahun 1997. America, sebaliknya, konsumsi rata-rata 2965 kalori per hari pada tahun 1970 dan 3699 kalori per hari pada tahun 1997.

SUMBER :
rullyandre.blogspot.com

Minggu, 27 Maret 2011

the map of Indonesia's economic

KATA PENGANTAR :
Puji syukur kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayahnya saya dapat mengerjakan tugas makalah tentang " peta perekonomian indonesia " . dan tak lupa juga kepada bapak dosen Aris Budy yang telah memberikan ilmunya melalui tugas ini.

DAFTAR ISI :
- BAB 1 ..... PENDAHULUAN
- BAB 2 ..... ISI
- BAB 3 ..... PENUTUP
- DAFTAR PUSTAKA

Bab 1 - pendahuluan
Indonesia terletak di antara 6º LU – 11º LS dan 95º BT – 141º BT, antara Lautan Pasifik dan Lautan Hindi, antara benua Asia dan benua Australia, dan pada pertemuan dua rangkaian pergunungan, iaitu Sirkum Pasifik dan Sirkum Mediterranean.

Indonesia memiliki lebih kurang 17.000 buah pulau dengan luas daratan 1.922.570 km2 dan luas perairan 3.257.483 km2.
Posisi Indonesia terdiri atas letak astronomis dan letak geografis yang berbeda pengertian dan pandangannya.
Letak astronomis suatu negara adalah posisi letak yang berdasarkan garis lintang dan garis bujur. Letak astronomis Indonesia Terletak di antara 6oLU – 11oLS dan 95oBT – 141oBT, jika kita lihat pada peta dunia, maka koordinat tersebut terletak pada garis equator dan otomatis indonesia adalah negara yang beriklim tropis.
dari hal yang di atas kita mengetahui bahwa kita sangat beruntung akan lokasi negara kita ini, oleh karena itu zaman dahulu negara kita sangat sering di jajah oleh bangsa lain di karenakan letak yang sangat strategis dan kekayan alam pada zaman tersebut.

Bab 2 - isi
seperti yang anda ketahui bahwa negara Indonesia adalah negara kepulauan yang dapat menjadi suatu kekuatan dan kesempatan bagi perkembangan perekonomian Indonesia, tetapi di lain pihak itu juga menjadi ancaman bagi perekonomian Indonesia. jika pulau - pulau yang ada di Indonesia sebagian besar merupakan pulau yang subur dan kaya akan hasil bumi dan tambangnya lalu dapat di olah masyarakatnya, maka dapat dikembangkan sebagai komoditi perdagangan baik untuk pasar lokal maupun internasional, sehingga hal tersebut mampu membantu perekonomian negara dan penduduk kita. Terlebih lagi jika kita dapat mengolah hutan - hutan yang ada di Indonesia dan taman bawah laut kita maka itu akan menjadi pendapatan tambahan negara kita.

Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki dua musim yaitu musim panas dan musim hujan, dah hal tersebut lah yang membuat Indonesia memiliki hasil pertanian yang spesifik dan beragam. Bila kita dapat mengolah hasil bumi ini dengan baik dan benar tetapi secara maksimal, maka kita dapat menjadi "El Campione" baik di pasar lokal (ASEAN)maupun Internasional.

jika membicarakan tentang hasil bumi yang lain yaitu barang tambang dan minyak bumi, Indonesia pun tak kalah dengan negara - negara lain. Barang tambang yang ada di Indonesia pun beragam, yaitu, batu mulia, bahan bangunan, ataupun tambang logam. Bahkan sejarah pernah mencatat bahwa negara kita sempat memiliki pertumbuhan ekonomi sebesar 7,5 % yaitu pada masa Repelita 2 dimana negara kita menjadikan minyak bumi sebagai sumber pembangunan negara yang besar.

sedangkan untuk mata pencarian masyarakat Indonesia umumnya di sektor pertanian, perikanan dan peternakan. tetapi dari tiga sektor tersebut, bidang pertanian lah penyumbang paling GDP terbanyak, tetapi dibandingkan dengan sektor lain dalam presentase, sektor pertanian lah yang justru kecil. Oleh karna itu kita perlu memperhatikan dan mewaspadai komoditi yang dihasilkan sektor pertanian dan ditakutkan akan kalah bersaing oleh komuditi dari hasil industri. Untuk mencegah hal tersebut benar - benar terjadi adalah dengan cara penyuluhan kepada para petani tentang intensifikasi pertanian, memberikan sarana yang memadai kepada para petani, mengembangkan kegiatan agribisnis, menunjang transmigrasi dan menggalakkan penggunaan hasil bumi dari dalam negeri sehingga para petani tidak kebingungan menjual hasil panennya.

Untuk Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada di Indonesia memang masih memiliki banyak masalah, yaitu : pertumbuhan penduduk yang masih tinggi, penyebaran penduduk yang kurang merata, kurang seimbangnya struktur dan komposisi penduduk yang ditandai dengan besarnya jumlah penduduk yang berusia muda serta mutu penduduk yang masih relatif rendah.
pertumbuhan penduduk di Indonesia memang dikatakan cukup tinggi dan hal itu tentu akan menimbulkan masalah untuk negara Indonesia terlebih lagi jika tidak diimbangi dengan pertumbuhan ekonomi yang signifikan. hal yang dapat dilakukan pemerintah untuk menekan pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi adalah menggalakkan program KB (keluarga berencana) di seluruh pelosok Indonesia, dan untuk tidak lupa juga untuk meningkatkan mutu SDM yang ada di Indonesia dengan memberikan program pendidikan baik yang formal maupun informal sehingga mampu mendukung produktifitas guna menyeimbangkan pertumbuhan penduduk yang tinggi tersebut.
Untuk persebaran penduduk di Indonesia memang masih tidak merata, sehingga menimbulkan ketidakseimbangan di bidang ekonomi dan menimbulkan ketidakseimbangan antara daerah yang miskin dengan daerah yang kaya. hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah dengan mengadakan transmigrasi, dan dengan membuka lapangan pekerjaan di daerah-daerah lain diluar daerah yang berpenduduk padat.
Sedangkan untuk komposisi penduduk yang tidak seimbang dapat menimbulkan proses regenerasi kegiatan produksi menjadi tidak lancar. tindakan-tindakan yang dapat dan telah dilakukan pemerintah untuk mengatasinya adalah meninjau kembali sistem pendidikan di Indonesia yang masih bersifat umum untuk dapat lebih disesuaikan dengan tuntutan pembangunan, menciptakan sarana dan prasarana pendidikan yang lebih mendukung langkah awal.
Berikut ini adalah sasaran kebijaksanaan tenaga kerja di indonesia:
1. memperluas lapangan kerja untuk dapat menyerap pertambahan angkatan kerja baru dan mengurangi tingkat pengangguran
2. membina angkatan kerja baru yang memasuki pasar melalui latihan keterampilan untuk berusaha sendiri maupun untuk mengisi lapangan kerja yang tersedia
3. membina dan melindungi para pekerja melalui mekanisme hubungan kerja yang dijiwai oleh pancasila dan UUD 1945, memperbaiki kondisi-kondisi dan lingkungan kerja agar sehat dan aman serta meningkatkan kesejahteraan pekerja
4. meningkatkan peranan pasar kerja, agar penyaluran, penyebaran dan pemanfaatan tenaga kerja dapat menunjang kegiatan pembangunan
5. memperlambat lajunya pertumbuhan penduduk dan meningkatkan mutu tenaga kerja melalui usaha pembinaan dan pengembangan SDM sebagai bagian dari perencanaan tenaga kerja terpadu.

selanjutnya, dibidang investasi di Indonesia. untuk saat ini negara Indonesia belum bisa mengharapkan dana investasi dari masyarakatnya sendiri.Untuk itulah pemerintah memerlukan dana yang besar dari selisih penerimaan dan pengeluaran rutin pemerintah. namun sayangnya pemerintah tidak dapat terus menerus mengandalkan tabungan pemerintah. perlu dilakukan upaya-upaya tambahan yang berupa investasi guna membantu memenuhi kebutuhan dana pembangunan, berikut adalah upaya yang dapat dilakukan:
a. lebih mengembangkan ekspor komoditi non migas, sehingga secara absolut dapat meningkatkan penerimaan pemerintah dari sektor luar negeri
b. menusahakan adanya pinjaman luar negeri yang memiliki syarat lunak serta menggunakannya untuk investasi yang menganut prinsip prioritas
c. menciptakan iklim investasi yang menarik dan aman bagi para penanam modal asing, sehingga makin banyak PMA yang masuk ke Indonesia
d. lebih menggiatkan dan menyempurnakan sistem perpajakkan dan perkreditan terutama kredit untuk golongan ekonomi lemah agar mereka secepatnya dapat berjalan bersama dengan para pengusaha besar dalam rangka peningkatan produktifitas.

Bab 3 - Penutup
Jika kita lihat dari bacaan di atas maka dapat kita simpulkan bahwa sebenarnya negeri kita ini kaya akan budaya dan hasil buminya yang cukup melimpah yang bisa menjadi surplus buat perekonomian Indonesia. Tetapi apabila kita tidak bisa mengolahnya dengan benar maka keuntungan tersebut tidak bisa kita dapatkan. walau bagaimana pun, saya warga Indonesia dan SAYA CINTA INDONESIA.
cukup sekian dari saya, maaf jika ada kesalahan kata yang membuat para pembaca bingung membacanya. Assalammualaikum Wr. Wb

Kamis, 17 Februari 2011

Kondisi Perekonomian Pada Masa SBY

Stabilitas perekonomian adalah prasyarat dasar untuk tercapainya peningkatan kesejahteraan rakyat melalui pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan peningkatan kualitas pertumbuhan. Stabilitas perekonomian sangat penting untuk memberikan kepastian berusaha bagi para pelaku ekonomi. Perekonomian yang tidak stabil menimbulkan biaya yang tinggi bagi perekonomian dan masyarakat. Ketidakstabilan akan menyulitkan masyarakat, baik swasta maupun rumah tangga, untuk menyusun rencana untuk investasi.
Tingkat investasi yang rendah akan menurunkan potensi pertumbuhan ekonomi. Adanya fluktuasi yang tinggi dalam pertumbuhan akan mengurangi tingkat keahlian tenaga kerja sehingga menganggur. Inflasi yang tinggi dan fluktuasi yang tinggi menimbulkan biaya yang sangat besar kepada masyarakat. Beban terberat akibat inflasi yang tinggi akan dirasakan oleh penduduk miskin yang mengalami penurunan daya beli. Inflasi yang berfluktuasi tinggi menyulitkan pembedaan pergerakan harga yang disebabkan oleh perubahan permintaan atau penawaran barang dan jasa dari kenaikan umum harga-harga yang disebabkan oleh permintaan yang berlebih. Akibatnya terjadi alokasi inefisiensi sumber daya.

Stablil, Melemah, atau Menguatkan Kurs Rupiah Kita?

Salah satu paramater perekonomian adalah kestabilan nilai tukar rupiah terhadap sejumlah mata uang dunia. Jika mampu menjaga kestabilan kurs rupiah, maka pemerintah dikatakan telah berupaya menjalankan prinsip hari ini sama dengan kemarin. Jika mampu menguatkan kurs rupiah, maka pemerintah dikatakan telah berupaya menjalankan prinsip hari ini lebih baik dari hari kemarin. Namun, jika pemerintah gagal mempertahankan kurs rupiah bahkan lebih buruk lagi yakni kurs rupiah melemah, ini berarti kegagalan atau masuk dalam kategori hari ini lebih buruk dari hari kemarin.

Kurs Rupiah 2004 2009 Kondisi
Dollar US 9,078 11,125 Melemah 23%
Ringgit Malaysia 2,388 3,198 Melemah 34%
Dolar Singapura 5,448 7,726 Melemah 42%
Peso Filipina 161 234 Melemah 45%
Baht Thailand 221 319 Melemah 44%
Dolar terhadap ASEAN 2004 2009 Kondisi
Dolar US / Rupiah Ind 9,078 11,125 Melemah 23%
Dolar US / Ringgit Mal 3.8 3.5 Menguat 8%
Dolar US / Dolar Sing 1.7 1.4 Menguat 14%
Dolar US / Peso Fil. 56.4 47.5 Menguat 16%
Dolar US / Baht Thai 41.1 34.9 Menguat 15%
Sumber data kurs:
http://www.beacukai.go.id/rates/exchRateID.php
~ saya mengambil kurs 2004 (Rp 9078 per USD) di atas rata-rata kurs rupiah harian sepanjang 2004 yakni Rp 8928 per dolar. Data ini sengaja saya ambil lebih tinggi yakni pada November 2004.
~ Kurs 2009 saya ambil nilai rata-rata pada pertengahan Januari 2009

Dari data kurs pertama (rupiah terhadap sejumlah mata uang), terlihat bahwa selama 4 tahun, pemerintah SBY-JK gagal mempertahankan nilai kurs rupiah, bahkan dalam kawasan ASEAN, nilai tukar rupiah merosot lebih 30%. Hal ini berbeda dengan pencapaian kurs mata uang Singapura, Malaysia, Thailand dan Filipina. Ditengah merosotnya kurs rupiah, Malaysia mampu menguatkan kursnya lebih 8%, Filipina 16%, Thailand 15%, dan Singapura 14%. Jelas sudah, kekuatan aspek ekonomi kita cenderung menurun dibanding negara ASEAN. Namun, kita mungkin patut bersyukur, pemerintah kita tidak sejelek Presiden Zimbabwe, Mugabe, yang mengalami inflasi triliunan persen dan penurunan kurs dolar Zimbabwe hingga triliunan kali. Tentu, sangat tidak etis dan sebanding kalau negeri Indonesia yang kaya raya harus dibanding dengan Zimbabwe.

Hal ini sangatlah kontras dengan pencapaian Presiden BJ Habibie, dalam waktu beberapa bulan saja, Habibie mampu menguatkan nilai rupiah dari Rp 16000 per dolar ke angka Rp 8000-an per dolar pada tahun 1998-1999. Dalam keterburukan ekonomi yang maha dashyat, Habibie mampu memulihkan perekonomian Indonesia. Secara bersamaan, Habibie bersama timnya mampu mengeluarkan puluhan UU Reformasi. Kondisi ini sudah jauh berbeda ketika Megawati atau SBY baru pertama kali menjabat, tidak ada gejolak ekonomi sedashyat 1998. Kelihaian dan kesuksesan Habibie dalam ekonomi (kurs) rupanya tidak bisa diikuti oleh para penerusnya… sedih emang (coba saja tanpa angkuh…mereka mengangkat Habibie sebagai Penasehat Presiden). Orang pintar selalu digoyang-goyang dan tidak terpakai, hanya orang yang lihai dalam politik, bersilat lidah, dan ‘penjilat” yang mampu menguasai tampuk kekuasaan.. Jika, masih ada yang berkilah bahwa baik Mega ataupun SBY ketika menjabat masih dalam keadaan ekonomi yang sangat buruk sehingga belum bisa berhasil… Maka ini hanyalah alasan yang sangat memalukan dan kebohongan besar bagi bangsa Indonesia yang mengalami pengalaman kepemimpinan orang-orang sekaliber Habibie yang memimpin bangsa dalam keadaan carut marut.

Privatisasi BUMN : Pendukung, Netral atau Penolak??

Aktor intelektual dibalik privatisasi BUMN adalah agen-agen penghancur ekonomi dari World Bank, IMF, dan ADB. Hanya saja, apakah pemerintah berani membela kepentingan negara Republik Indonesia atau sebaliknya membela kepentingan neo-kolonialisme oleh para liberal-kapitalis yang sedang berusaha menjajah ekonomi Indonesia. Sejarah telah membuktikan bahwa agenda privatitasi telah merugikan bangsa Indonesia hingga ratusan triliun rupiah. Mulai dari penjualan saham BCA ke asing, penjualan Indosat dan Telkom dengan harga “barang bekas” dan puluhan BUMN telah dijual dengan hasil “MERUGIKAN BANGSA INDONESIA“. Di saat bersamaan, desakan untuk membeli kembali saham Indosat tidak terealisasi bahkan Indonesia dilecehkan dalam permainan Temasek Holding atas saham Indosat yang menjual saham yang sedang dipermasalahkan oleh KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha). Saya masih belum tahu perkembangan kasus ini.

Ketika Kwik Kian Gie menjadi Menko Ekuin dan Menteri PPN/ Kepala Bappenas (baca Biografinya), ia secara tegas menolak rencana penjualan BUMN, namun ia kalah dengan kekuatan politik di kabinetnya. Aktor-aktor yang telah menjual BUMN yang terbukti merugikan negara baik secara ekonomi maupun strategis ketahanan nasional sudah seharusnya mendapat sanksi, atau paling kurang “black list”. Namun, saya lebih setuju kalau diberi sanksi, soalnya telah merugikan triliuan rupiah. Ini merupakan bentuk korupsi terbesar dalam sistem pemerintahan. Atau sering disebut oleh Amien Rais dan Kwik sebagai Koruptor kelas 1 (mereka yang membuat dan memutuskan kebijakan di level pemerintah). Tapi, sayang…wacana pemberantasan korupsi tidak tersentuh pada level ini.

Sekarang kita ingin melihat, apakah sikap SBY-JK mengenai privatisasi BUMN sama dengan pendahulunya atau sebaliknya?

Selama periode 1991-2001, pemerintah Indonesia melakukan privatisasi 12 BUMN. Periode 2001-2006, pemerintah kembali memprivatisasi 10 BUMN. (Saya tidak memiliki data jumlah privatisasi yang dilakukan oleh tiap presiden). Sampai tahun 2006, kita melihat bahwa SBY-JK masih mengikuti para pendahulunya menjual BUMN.

Namun, itu masih tidak seberapa. Di awal tahun 2008, pemerintah SBY-JK kembali mengumumkan privatisasi 34 BUMN, padahal tahun sebelumnya ada 10 BUMN diluncurkan (carry over). Ini berarti rencana privatisasi BUMN oleh Pemerintah SBY-JK layak tercatat dalam MURI yakni dalam setahun akan memprivatisasi 44 BUMN. Untung saja….. para tokoh bangsa kita seperti Amien Rais, Kwik Kian Gie, Fadjroel Rahman melakukan edukasi sekaligus mendesak penolakan privatisasi BUMN yang berpotensi Industri-Industri strategis kita dimiliki oleh asing. (sumber data : Inilah.com : Waspada Ledakan Privatisasi BUMN )

Saya secara pribadi berterimakasih pada pak Amien Rais, Kwik Kian Gie, Fajroel Rahman dan sejumlah pihak yang berusaha menghentikan penjualan aset-aset strategis kita…Karena alasan privatisasi merupakan saran (perintah) dari pihak-pihak asing dengan dalil bahwa bila pemerintah Indonesia melepas seluruh BUMN-nya dan menyerahkan kepada investor, maka BUMN lebih efisien dan menguntungkan.

Dalam Todays Dialogue Mei 2008, pak Jusuf Kalla beralasan bahwa tujuan privatisasi 44 BUMN oleh Pemerintah SBY-JK adalah agar efisien (??). Benarkan jika BUMN tidak diprivatisasi maka BUMN tidak mendapat profit atau tidak efisien??? Ternyata tidak, Garuda setelah direstruktrurisasi mencatat rekor keutungan di tahun 2007. Selama ini Garuda mengalami kerugian hampir 1 miliar per hari (300-an miliar per tahun), namun setelah direkstrutrisasi (bukan privatisasi), Garuda mampu membukukan keuntungan lebih 100 miliar per tahun.
Setelah Garuda Indonesia membukukan keuntungan, lalu Garuda Indonesia akan dijual. Ketika Krakatau Steel menjadi industri strategis, lalu Krakatau steel dijual. Dengan menjual BUMN dengan alasan seperti itu, maka saya boleh katakan pemerintah telah mendidik masyarakat dengan pola pikir menghindari masalah dan tidak berani menghadapi masalah. Temasek Holding dapat membukukan keuntungan dan profesional yang tinggi, begitu juga BUMN-BUMN pemerintah China pada era ini.

Jika pada kenyataannya bahwa masih ada BUMN yang tidak efisien dan merugi, berarti manajemen dan sistem di BUMN tersebut masih buruk. Maka, tugas pemerintah untuk merekstrutrisasi BUMN sehingga menjadi efisien dan untung bukan buntung. Hal ini terbukti dari PT Garuda Indonesia dan PT Pertamina, PT Pindad dan sejumlah BUMN yang mampu membukukan keuntungan pasca restrukturisasi tanpa harus dijual ke asing.. Solusinya jelas, rekstrukturisasi terutama birokrasi, sistem yang berbelit serta korupsi para pejabat negara terhadap uang-uang BUMN. Jangan asal jual saja. Coba lihat ke dalam BUMN (intropeksi dari dalam), jangan hanya melihat aspek luar. Sungguhlah bermental inlander jika selalu mengantung pihak asing sementara orang Indonesia yang berkompenten dicampakkan!

Sampai hari ini, saya masih belum tahu nasib BUMN-BUMN strategis kita, apakah sudah diprivatisasi atau belum, yakni PT Asuransi Jasa Indonesia, PT Krakatau Steel, PT Bank Tabungan Negara, PT Semen Baturaja, PT Sucofindo, PT Surveyor Indonesia, dan PT Waskita Karya, Bahtera Adiguna, Barata Indonesia, PT Djakarta Lloyd, PT Sarinah, PT Industri Sandang, PT Sarana Karya, PT Dok Kodja Bahari, PT Dok & Perkapalan Surabaya, PT Industri Kereta Api, PT Dirgantara Indonesia, PT Kertas Kraft Aceh, PT INTI, Virama Karya, Semen Kupang, Yodya Karya, kawasan industri Medan, kawasan industri Makassar, kawasan industri Wijaya Kusuma, PT SIER, PT Rekayasa Industri, kawasan Berikat Nusantara, Garuda Indonesia, Merpati Nusantara, dan industri gelas.



SUMBER :

http://nusantaranews.wordpress.com/2009/02/13/fakta-fakta-tersembunyi-pemerintah-sby-jk-ekonomi-2/

Kamis, 06 Januari 2011

Manajemen dan Organisasi

Pengertian manajemen

Banyak ahli yang mengemukakan definisi manajemen. Perbedaan itu terjadi akibat karena adanya cara melihat tentang manajemen itu sendiri.

1. Pengertian manajemen dilihat dari segi seni (art)
Menurut Mary Parker Follet manajemen adalah seni dalam menyelesaikan masalah pekerjaan melalui orang lain.

2.Pengertian manajemen di lihat dari segi ilmu pengetahuan
Menurut Luther Gulick, manajemen adalah bidang pengetahuan yang berusaha secara sistematis untuk memahami mengapa dan bagaimana manusia bekerja sama untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi kemanusiaan.

3.Pengertian manajemen dilihat dari segi proses
Menurut James A.F. Stoner, manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengawasan kegiatan anggota dan tujuan penggunaan organisasi yang telah di tentukan.
Dari berbagai pengertian di atas, dapat di rumuskan bahwa manajemen adalah proses perencanaan,pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian kegiatan anggota organisasi dan proses pengguna sumber daya organisasi lainnya untuk tercapainya tujuan organisasi yang telah di tetapkan.

Ilmu manajemen berkembang hampir seumur dengan lamanya manusia menghuni bumi ini. Banyak catatan membuktikan bahwa manajemen sudah di terapkan sejak jaman kuno. Penafsiran tulisan kuno di Mesir yang di perkirakan di tulis tahun 1300 sebelum masehi menunjukan bahwa organisasi dan administrasi negara telah di terapkan oleh para pelaksana negara pada zaman kuno. Selain itu, catatan peninggalan Yunani membuktikan adanya persemakmuran di Athena, lengkap dengan dewan-dewan, pengadilan, dewan jenderal, dan perangkat lain yang mengisyaratkan penerapan fungsi manajemen, terutama fungsi kepemimipinan.

Manajemen mengalami perkembangan yang sangat luar biasa dengan di mulainya revolusi industri. Hal ini dapat di terima karena revolusi industri mengakibatkan perusahaan semakin besar. Perkembangan perusahaan menuntut adanya pemanfaatan biaya secara efektif dan efisien. Selain itu, di perlukan pula pengelolaan perusahaan yang lebih profesional.
Pelopor-pelopor manajemen pada saat itu adalah Frederick Taylor, James Watt Jr, Robert Owen, Mathew Boulton, Charless Babbage, dan Henry Fayol. James Watt Jr dan Mathew Boulton banyak mengembangkan teknik manajemen tentang pasar, pengaturan tata letak mesin, dan manajemen personalia.
Fungsi-fungsi Manajemen diarahkan sedemikian rupa sehingga terdapat satu kesatuan irama, gerak, dan cara pandang untuk mencapai tujuan. Terdapat 6 ahli manajemen diutarakan adanya bagian fungsi manajemen yang sama antara lain:

· Planning (perencanaan)
· Organizing (pengorganisasian)
· Directing
· Controlling (pengawasan)
· Actuating ( pelaksanaan)
Manajer profesional adalah pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut dalam pengembangan mutu SDM secara profesional. Ciri-ciri manajemen profesional dalam pengembangan mutu SDM yang dapat di lihat dari sisi operasional dan manajerial yakni:
· Berbudaya korperatif, transparansi, independensi, responsif, akuntabilitas, kejujuran.
· Memiliki dukungan manajemen puncak.
· Bermanfaat bagi kepentingan internal maupun eksternal.
· Berorientasi ke masa depan dengan pendekatan holistik.
· Berdimensi jangka panjang dan berkesinambungan.
· Sistem nilai prinsip yang efektifitas dan efisiensi.
· Dilakukan secara terencana.
· Monitoring dan evaluasi serta umpan balik.
· Kerja sama tim.
· Di laksanakan oleh orang yang memiliki:
o Kompetisi dan pengalaman panjang di bidangnya,
o Sifat haus akan tantangan baru,
o Sikap dan keterampilan inovatif, kreatif, inisiatif, dan efisien,
o Intregitas yang tinggi,
o Sifat menghargai profesi orang lain,
o Sifat yang selalu siap menghadapi resiko,
o Bertanggung jawab atas semus ucapan dan perilaku.
o Dan lain-lain.

Definisi Organisasi

Organisasi diartikan sebagai keseluruhan proses pengelompokan orang-orang, alat-alat, tugas-tugas, tanggung jawab, dan wewenang sedemikian rupa sehingga tercipta suatu kesatuan yan dapat di gerakan dalam rangka mencapai tujuan.
Mengenal organisasi sangat penting terutama dalam lingkungan bekerja karena organisasi membuat kita mengetahui pembagian tugas secara jelas dan para pekeja pun mengetahui tugas-tugas yang akan di kerjakan dalam rangka mencapai tujuan yang di inginkan bersama.
Ada beberapa bentuk organisasi yang lazim di gunakan oleh perusahaan-perusahaan dari yang kecil hingga konglomerat.

1) Organisasi garis
Ialah bentuk organisasi di mana wewenang pimpinan langsung di tunjukan kepada bawahan, bawahna bertanggung jawab langsung kepada atasan.
Organisasi ini juga di sebut organisasi militer. Organisasi ini cocok di gunakan pada organisasi yang sederhana dan memiliki jumlah karyawan yang sedikit dan belum ada spesialisasi.

Kebaikan organisasi garis:

1. Kesatuan komando terjamin, karena pimpinan berada di tangan satu orang
2. Pengambilan keputusan cepat, karena pimpinan berada di tangan satu orang
3. Dapat di ketahui kemampuan dan sifat-sifat dari setiap karyawannya.



Kelemahan organisasi garis:

1. Maju mundur organisasi berada di tangan satu orang saja.
2. Kesempatan karyawan berkarir terbatas karena organisasi masih kecil
3. Kecenderungan pimpinan berbuat otoriter cukup besar



2) Organisasi fungsionalis
Adalah organisasi yang di susun berdasarkan sifat dan semacam fungsi yang harus di laksanakan. Organisasi ini sangat cocok di gunakan pada badan-badan usaha yang secara tegas dapay memberi pekerjaan atas fungsi-fungsi. Misalnya, pada perusahaan di bagi atas fungsi produksi, fungsi pemasaran, dan fungsi keuangan.

Kebaikan organisasi fungsionalitas:

1. Tugas-tugas karyawan dapat di bagi secara tegas sehingga tidak ada kesimpangsiuran.
2. Produktivitas tinggi karena dapat di terapkan asas spesialisasi
3. Koordinasi secara terus menerus hanya di eselon atas



Kelemahan organisasi fungsionalitas:

1. Sulit mengadakan mutasi tanpa terlebih dahulu mengadakan latihan
2. Koordinasi secara menyeluruh sulit di laksanakan
3. Karena perbedaan tugas, terjadi pengkotak-kotakan dalam tubuh organisasi



3) Organisasi garis dan staf
Adalah sistem organisasi yang memberi wewwnang pada pimpinan untuk memberi komandopada bawahan dan pimpinan di bantu oleh staf di dalam pelaksanaan tugasnya. Atas dasar kegiatan tugas-tugas dan hirerarki, personil organisasi dapat di bagi menjadi tiga bagian: pimpinan, pembantu pampinan (staff), dan pelaksana.
Pada organisasi garis dan staf yang besar, staf dapat di bedakan menjadi dua jenis yaitu: staf umum bertugas membantu pimpinan dalam pembuatan perencanaan dan pengawasan serta memberi nasehat yang di minta atau tidak di minta.staf khusus ialah staf yang memberi nasehat pada pelaksana.

Kebaikan organisasi garis dan staf

1. Dapat di gunakan oleh organisasi yang besar dan rumit
2. Dapat mengarah pada spesialisasi
3. Prinsip “the right man on the right place” lebih mudah di laksanakan



Kelemahan organisasi garis dan staf

1. Rasa soladaritas kurang karena tidak saling mengenal karena luasnya cangkupan organisasi
2. Palaksana sering bingung untuk membedakan mana nasehat mana perintah, sebab dalam organisasi yang besar ada staf yang menerima kewenangan perintah


Prinsip-prinsip Organisasi:

· Prinsip skala hirarki
Dalam suatu organisasi harus ada garis kewenangan yang jelas dari pimpinan, pembantu pimpinan sampai pelaksana, sehingga dapat mempertegas dalam pendelegasian wewenang dan pertanggung jawaban, dan akan menunjang efektifitas jalannya organisasi secara keseluruhan.

· Prinsip kesatuan perintah
Dalam hal ini, seseorang hanya menerima perintah atau bertanggung jawab kepada seorang atasan saja.

· Prinsip pendegelasian wewenang
Seorang pimpinan mempunyai kemampuan terbatas dalam menjalankan pekerjaannya, sehingga perlu di lakukan pendelegasian wewenang terhadap bawahannya.

· Prinsip pertanggungjawaban
Dalam menjalankan tugasnya setiap pegawai harus bertanggung jawab sepenuhnya kepada atasan.

· Prinsip pembagian pekerjaan
Suatu organisasi, untuk mencapai tujuannya melakukan berbagai kegiatan. Agar kegiatan tersebut berjalan optimal maka dilakukan pembagian tugas / pekerjaan yang didasarkan berdasarkan kemampuan dan keahlian dari masing-masing pegawai.

· Prinsip rentang pengendalian
Artinya bahwa jumlah bawahan atau staf yang harus dikendalikan oleh seorang atasan perlu di batasi secara rasional. Rentang kendali ini sesuai dengan bentuk dan tipe organisasi,semakin dengan bentuk dan tipe organisasi,semakin besar suatu organisasi dengan jumlah pegawai yang cukup banyak, semakin kompleks rentang pengendaliannya.

· Prinsip fungsional
Bahwa seorang pegawai dalam suatu organisasi scara fungsonal harus jelas tugas dan wewenangnya, kegiatannya, hubungan kerjanya, serta tanggung jawab dari pekerjaannya.

· Prinsip pemisahan
Bahwa beban tugas pekerjaan seseorang tidak dapat di bebankan tanggung jawabnya kepada orang lain.

· Prinsip keseimbangan
Dalam hal ini, penyusunan struktur organisasi harus sesuai dengan tujuan dari organisasi tersebut.

· Prinsip fleksibilitas
Organisasi harus senantiasa melakukan pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan dinamikan organisasi itu sendiri (internal factor) dan juga karena adanya pengaruh di luar organisasi (eksternal factor), sehingga organisasi dapat menjalankan fungsi dalam mencapai tujuan.

· Prinsip kepemimpinan
Kepemimpinan sangat di perlukan dalam satu organisasi apapun bentuknya atau dengan kata lain organisasi mampu menjalankan aktivitasnya karena adanya proses kepemimpinan yang di gerakan oleh pemimpin organsasi tersebut.

Dalam berorganisasi pasti akan mengalami suatu keberhasilan dan kegagalan. Adapun sebab-sebab yang menyebabkan keberhasilan:

* Memiliki ide atau visi yang jelas
* Kemauan dan keberanian untuk menghadapi resiko waktu maupun uang.
* Membuat perencanaan usaha, mengorganisasikan, dan menjalankannya.
* Mengembangkan hubungan baik dengan mitra usaha maupun dengan pihak yang terkait.



Sebab kegagalan organisasi

Manajemen yang kurang bagus itu bisa saja karena dari pemimpinan perusahaan atau manajer yang tidak bisa menghande jalannya perusahaan tersebut, mungkin juga pemimpin perusahaan tidak bisa berkerja sama dengan anggota-anggotanya yang ada , kurang tanggun jawab terhadap tugas masing-masing, kurangnya rencana masa depan.

link sumber :
liliana's blog